Selasa, 18 Oktober 2016

ASWAJA NU

I. KHASHAISH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH      AL- NAHDLIYYAH

( خصائص أهل السشنة والجماعة النضية )
Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri khas (khashaish) yang membedakannya dari agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta’adul, dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti yang sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut bisa disatukan menjadi “wasathiyah”. Watak wasathiyah Islam ini dinyatakan oleh Allah SWT. di dalam Al-Qur’an:
)1٤ ا (البقرة: 3 ً هِيد َ ش ُْكْيَلَ ع ُولُسَّ الرَونُكَيَ و ِ اسَّ الن َ لَ عَاءَهَدُوا ش ُونُكَتِا ل ًطَسَ وًةَّمُ أُْاكَنْلَعَ ج َ ِ لَذَكَو “
Dan demikian(pula) kami menjadikan kamu (Umat Islam), umat penengah (adil dan pilihan), agar kamu menjadi saksi atas seluruh manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kamu.” (QS. Al-Baqarah;143) Nabi Muhammad SAW menafsirkan kata “اًطَ سَ و” dalam firman Allah SWT. di atas dengan adil, yang berarti fair dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya. Perubahan fatwa karena perubahan situasi dan kondisi, dan perbedaan penetapan hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah adil.
 ~173~
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU~
Selain ayat di atas, ada beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan watak wasathiyah dalam Islam, misalnya firman Allah SWT. :

)2٩ ا (الإساء: ًورُسْحَا م ًومُلَ مَدُعْقَتَطِ ف ْسَبْ ال َّ ُ هَا كل ْطُسْبَ تَلَ وَكِقُ ُعن َ لِ إًَ ولة ُلْغَ مَكَدَ يْلَعَْ تجَلَو
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. al-Isra’: 29) Dalam firman-Nya yang lain,
 (الإساء:011) ًيلاِبَ س َ ِ لَ ذَ ْ يَ بِغَتْابَا وَِ ب ْتِافَُ تَلَ وَكِتَلاَصِ بْهَرَْ تجَلَو
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. al-Isra’: 110)
Sementara dalam hadits dikatakan,
هَاُ اط َسْوَ أِرْوُمُلأْ اُ رْخَي
“Sebaik-baik persoalan adalah sikap-sikap moderat.”
Mirip dengan hadits di atas adalah riwayat,
ِْ الَغْالَ وْ ِ اسىَقْ الَ ْ يَ بِ اللهُنْيِدَهَا وُطَسْوَ أِالَْ عَلأْ اُْ يَخَو “Dan sebaik-baik amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah itu berada di antara yang beku dan yang mendidih.”
Wasathiyyah yang sering diterjemahkan dengan moderasi itu memiliki beberapa pengertian sebagai berikut: Pertama, keadilan di antara dua kezhaliman (عدل بين ظلمين) atau kebenaran di antara dua kebatilan (حق بين باطلين), seperti wasathiyah antara atheisme dan poletheisme. Islam ada di antara atheisme yang mengingkari adanya Tuhan dan poletheisme yang memercayai adanya banyak Tuhan.
 ~174~
~Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU
Artinya, Islam tidak mengambil faham atheisme dan tidak pula faham poletheisme, melainkan faham monotheisme, yakni faham yang memercayai Tuhan Yang Esa. Begitu juga wasathiyyah antara boros dan kikir yang menunjuk pada pengertian tidak boros dan tidak kikir. Artinya, Islam mengajarkan agar seseorang di dalam memberi nafkah tidak kikir dan tidak pula boros, melainkan ada di antara keduanya, yaitu al-karam dan al-jud. Allah berfirman;
ا (الفرقان: 76)ًامَوَ قَ ِ لَ ذَ ْ يَ بَنَكَوا وُُ تْقَ يْمَلَوا وُفِ ْ يُس ْمَوا لُقَفْنَا أَذِ إَينَِّ الذَو “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang demikian.” (QS. al-Furqan: 67)
Kedua, pemaduan antara dua hal yang berbeda/berlawanan. Misalnya, (a). wasathiyyah antara ruhani dan jasmani yang berarti bahwa Islam bukan hanya memperhatikan aspek ruhani saja atau jasmanai saja, melainkan memperhatikan keduanya. Wasathiyyah antara nushûs dan maqâshid. Itu berarti Islam tak hanya fokus hanya pada nushûs atau maqâshid, melainkan memadukan antara keduanya. (b). Islam pun merupakan agama yang menyeimbangkan antara `aql dan naql. Bagi Islam, akal dan wahyu merupakan dua hal yang sama-sama memiliki peranan penting yang sifatnya komplementer (saling mendukung antara satu sama lain). Kalau diibaratkan dengan pengadilan, akal berfungsi sebagai syahid (saksi) sementara wahyu sebagai hakim, atau sebaliknya, yakni akal sebagai hakim sementara wahyu sebagai syahid. (c).  Islam menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat,  antara ilmu dan amal, antara ushul dan furu’, antara sarana (wasilah) dan tujuan (ghayah), antara optimis dan pesimis, dan seterusnya.
Ketiga, realistis (wâqi’iyyah). Islam adalah agama yang realistis, tidak selalu idealistis. Islam mempunyai cita-cita
 ~175~
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU~
tinggi dan semangat yang menggelora untuk mengaplikasikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan hukumnya, tapi Islam tidak menutup mata dari realitas kehidupan yang justru lebih banyak diwarnai hal-hal yang sangat tidak ideal. Untuk itu, Islam turun ke bumi realitas daripada terus menggantung di langit idealitas yang hampa. Ini tidak berarti bahwa Islam menyerah pada pada realitas yang terjadi, melainkan justru memperhatikan realitas sambil tetap berusaha untuk tercapainya idealitas. Contoh wasathiyyah dalam arti wâqi’iyyah ini adalah pemberlakuan hukum ‘azîmah dalam kondisi normal dan hukum rukhshah dalam kondisi dharurat atau hajat.
Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua aspek ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj. Dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlus Sunnah WalJama’ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain terjadi dalam halhal sebagai berikut:
1. Melandaskan ajaran Islam kepada al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pokok dan juga pada sumber-sumber sekunder yang mengacu kepada al-Qur’an dan al-Sunnah seperti ijma’ dan qiyas. 2. Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi orang yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab dengan mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab yang diyakini penisbatannya kepada ashabu al-madzahib. Namun, Nahdlatul Ulama membuka ruang untuk bermadzhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak mungkin dipecahkan dengan bermadzhab secara qauli. Pola bermadzhab dalam NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah, syariah/fiqh, dan akhlaq/tasawwuf,
 ~176~
~Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU
seperti dalam rincian berikut: (a). Di bidang syariah/fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti salah satu dari madzhab empat, yaitu madzhab Imam Abu Hanifah, Madzhab Imam Malik ibn Anas, madzhab Imam Muhammad bin Idris As-Syafii dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. (b). Di bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan madzhab Imam Abu Manshur Al-Maturidi. (c). Di bidang akhlaq/tasawwuf mengikuti madzhab Imam Al-Junaid AlBaghdadi dan madzhab Imam Abu Hamid Al-Ghazali. 3. Berpegang teguh pada petunjuk al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah (bijak/arif), mau’idhah hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan. 4. Salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah (realistis), Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dengan Pancasila sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah menurut pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa. 5. Mengakui keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka serta menolak dengan tegas segala bentuk penghinaan dan penistaan terhadap mereka apalagi menuduh mereka kafir. 6. Tidak menganggap siapa pun setelah Nabi Muhammad SAW. sebagai pribadi yang ma’shum (terjaga) dari kesalahan dan dosa. 7. Perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il furu`iyyahijtihadiyah adalah keharusan. Nahdhatul Ulama tidak perlu melakukan klaim kebenaran dalam masalah furu’iyahijtihadiyyah tersebut.
 ~177~
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU~
8. Menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan seperti tuduhan kafir kepada sesama muslim (ahlu al-qiblah). 9. Menjaga ukhuwwah islamiyyah di kalangan kaum muslimin, ukhuwwah wathaniyyah terhadap sesama warga negara, dan ukhuwwah insaniyyah terhadap  sesama umat manusia. Dalam konteks NU, menjaga ukhuwwah nahdliyah adalah keharusan terutama untuk menjaga persatuan dan keharmonisan seluruh warga NU. 10. Menjaga keseimbangan aspek ruhani dan jasmani dengan mengembangkan tasawwuf `amali, majelis-majelis dzikir dan shalawat sebagai sarana taqarrub ila Allah di samping mendorong umat Islam agar melakukan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.
Dasar Penetapan :
1. Al-Qur’an
)5٩ (النساء: ُْنكِ م ِرْمَ الأ ِ ليْوُأَ وَولُسَّ الرْواُيعِطَأَ وَ اللهْواُيعِطَ أْواُنَ آم َينَِّ ا الذ َُّيهَ أَ ي
 َونُنِمْؤُ تُْنتُ ن ك ِ إِولُسَّالرَ وِ الله َ لِ إُوهُّدُ رَ فٍءْ َ ش ِ فُْ تْعَازَنَن ت ِإَ فُْنكِ م ِرْمَ الأ ِ ليْوُأَ وَولُسَّ الرْواُيعِطَأَ وَ اللهْواُيعِطَ أْواُنَ آم َينَِّ ا الذ َُّيهَ أَ﴿ي )5٩ ﴾ (النساء: ًيلاِوْأَ تُنَسْحَأَ وٌْ يَ خَ ِ لَ ذِرِ الآخِمْوَيْالَ وِللهِ ب
)2 : (الحش ِارَصْبَْ الأ ِ ولي ُأَوا يُِ برَتْ اعَف
﴾ (الأنعام: 351)َنْوُقَّتَ ت ُْكَّلَعَ لِهِ بُْاكَّصَ وُْكِلَ. ذِِ لهْيِبَ س ْنَ عُْكِ ب َ قَّرَفَتَ ف َلُبُّ ا السش ْوُِبعَّتَ تَلَ. وُهْوُعِبَّاتَا فًمْيِقَتْسشُ م ْيِاطَ ِ ا صر َذَ هَّنَأَ﴿و .)7 وا﴾ (الحش َُانته َ فُهْنَ عُْاكََا نه َمَ وُوهُذُخَ فُولُسَّ الرُُ كَا آتَمَ﴿و ﴾ (الأحزاب 12).ٌةَنَسشَ حٌةَوْسُ أِ اللهِولُسَ ر ِ فُْكَ لَنَ كْدَقَ﴿ل ﴾ (النساء: 511) ًيا ِصَ م ْاءتَسَ وََّ نََ جهِِ له ْصُنَ و َّ لَوَا تَ مِِّ لَوُ نَيِنِمْؤُمْ الِيلِبَ س َْ يَ غِْبعَّتَيَى وَهُدْ ال َُ لََّ يَبَا ت َ مِدْعَن بِ مَولُسَّ الرِقِاقَ ن يُش َمَ﴿و
 ~178~
~Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU
)1٤ ا﴾ (البقرة: 3 ً هِيد َ ش ُْكْيَلَ ع ُولُسَّ الرَونُكَيَ و ِ اسَّ الن َ لَ عَاءَهَدُوا ش ُونُكَتِا ل ًطَسَ وًةَّمُ أُْاكَنْلَعَ ج َ ِ لَذَكَ﴿و
 ﴾ِيلِبَّ الس ِاءَوَ سْنَوا ع ُّلَضَا وًيِثَ وا ك ُّلَض َأَ وُلْب َ ق ْنِوا م ُّلَ ضْد َ قٍمْو َ قَاءَوْه َوا أُِبع َّت َ تَلَ وِّقَح ْ الَْ ي َ غُْكِينِ د ِوا ف ُلْغ َ تَ ل ِاب َتِكْ ال َلْه َآ أ َ يْلُ﴿ق (المائدة: 77)
 ﴾َيِمِالَّ الظَمْو َ ق ْي الِدَْ يهَ ل َ اللهَّنِ إِ اللهَنِى مًدُ هِْ ي َ غِ بُاهَوَ هَعَب َّ ات َنَّمِ مُّلَض َ أْنَمَ وُْهَاءَوْه َ أَونُِبع َّت َا ي َم َّن َ أَْلْاع َ فَ َ وا لُيب ِج َ ت ْ سش َ ي ْم َ لْنِإ َ﴿ف (القصص: 05). )20٨ ﴾ (البقرة: ٌ ِبي ُ م ٌّوُدَ عُْكَ لُهَّنِ إِانَطْيَّ الشش ِاتَوُطُوا خُِبعَّتَ تَلَ وًةَّفَ كِْ لِّ الس ِوا فُلُخْوا ادُنَامَ ءَينَِّ ا الذ َُّيهَأَ﴿ي
 ََ يمْ رَ م َ لِا إَاه َ ق ْ ل َ أُهُتَمَِ كلَ وِ اللهُولُ سَ رََ يمْ رَ مُن ْ اب َ يسِ ع ُيح ِ سشَم ْ ا ال َم َّنِ إَّقَح ْ ال َّ لِ إِ الله َ ل َوا ع ُ ولُق َ ت َ لَ وُْ ك ِ ينِ د ِوا ف ُ لْغ َ ت َ ل ِاب َ تِك ْ ال َلْه َ آأ َ﴿ي ِ ا فَمَ وِاتَوَمَّ الس ِا فَ مَُ لٌَ لدَ وَُ لَونُكَ يْنَ أُهَانَحْبُ سش ٌدِاحَ وٌَ لِ إُا اللهَمَّنِ إُْكَا لًْ يَوا خَُتهْ انٌةَثَلاَوا ثُولُقَ تَلَ وِِ لهُسُ رَ وِللهِوا بُنِآمَ فُهْنِ م ٌوحُ رَو ﴾ (النساء: 171) ًيلاِكَ وِللهِى بَفَكَ و ِ ضْ رَلأْا ﴾ (آل عران: 301) ْواُقَّرَفَ تَلَ وًيعاَِ ج ِ اللهِلْبَ ِ بْواُمِصَتْ اعَ﴿و
 ُاللهَهَا و َ ل َامَصِف ْ ان َ ى ل َ ق ْثُ و ْ الِةَوْ رُع ْ لِ بَكَسْم َ ت ْ اسش ِد َ ق َ فِللهِ بْنِمْؤ ُ يَ وِوت ُ اغَّلطِ بْ رُفْك َ يْنَم َ فِّي َ غ ْ الَنِ مُدْشُّ الرََّ ي َ ب َ ت ْد َ قِينِّ الد ِ فَاهَ رْكِ إ َ ل﴿ ﴾ (البقرة: 652) ٌيمِلَ عٌيعَِ سم َُ ل ْ ع َ أَوُهَ وِِ يلهِبَ س ْن َ عَّلَ ضْنَم ِ بَُ ل ْ ع َ أَوُ هَك َّبَ رَّنِ إُنَسْح َ أَ ِ هي ِ تي َّلِ بْهُم ْ لِ ادَجَ وِة َ ن َ سشَح ْ ال ِةَظِعْ وَم ْ الَ وِة َْ كمِح ْ لِ بَك ِّبَ رِيلِبَ س َ لِ إُعْ﴿اد ﴾ (النحل: 521) َينِدَهْت ُمْلِ ب
﴾ (الحجرات: 01)َونَُحْ رُ تُْكَّلَعَ لَوا اللهُقَّاتَ وُْكْيَوَخَ أَ ْ يَوا بُحِلْصَأَ فٌةَوْخِ إَونُنِمْؤُمْا الَمَّنِ﴿إ
)٨ ﴾ (المنتحنة: َيِطِسْقُمْ ال ُّبِيحُ َ اللهَّنِ إْمِْ يهَلِوا إُطِسْقُتَ وُْوهَُّ برَ تْنَ أُْ كِرَ يِ دْنِ مُْوكُجِرْيخُ ْمَلَ وِينِّ الد ِ فُْوكُلِاتَقُ يْمَ لَينَِّ الذ ِنَ عُ اللهُُاكَْ نَ يَل﴿ 2. As-Sunnah
 َنَ كْنِ إ َّ تىَ حِلْعَّلن ِ بِلْعَّ الن َوْذَ حَيلِائَ ْ سِ إ ِ نَ ب َ لَ ع َ تىَا أَ م ِ تيَّمُ أ َ لَ عَّ َ يِتْأَيَ( :ل ََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَالَ: قَالَو قٍرَْ عِنْ بِ اللهِدْبَ ع ْنَع َيِعْب َ سشَ وٍثَلا َ ث َ ل َ ع ِ تيَّمُ أ ُ قَِ تْف َتَ وًَّلِ مَيِعْب َ سشَ وِْ ي َتْن ِ ث َ ل َ عْت َقَّ ر َ ف َ تَيل ِ ائَ ْ سِ إ ِ ن َ بَّنِإَ، وَ ِ لَ ذُع َ نْ ص َ ي ْنَ م ِ تيَّمُ أ ِ فَنَكا َ لًة َ يِنَلا َ عُهَّمُ أ َ تى َ أْنَ مْم ُْ نِم ) - رواه التمذي. ِ ابيَ ْ صحَأَ وِهْيَلَ ع َ نَا أَ: (مَالَ؟» قِ اللهَولُسَ رَ يَ ِ هي ْنَمَوا: «وُالَ) قًةَدِاحَ وًَّلِ مَّلِ إِارَّ الن ِ فْهُمُُّ كل ،ًَّلِم
ا َْ نِ م ْتَلِجَوَ وُونُيُعْا ال َْ نِ م ْتَرفََ ذًةَيغِلَ ب ًةَظِعْوَا مَنَظَعَوَا فَنْيَلَ ع َلَبْقَ أَُّ ثمٍمْوَ يَاتَ صل الله عليه وسل ذ ِ اللهُولُسَا رَنِ ب َّ لَ: صَةَيِارَ سَنْ ب َ ضَ بْ رِعْ الْنَع ُهَّنِإَا فًّ ششِي َبَ ا ح ًدْبَ ع ْنِإَ وِةَاعَّالطَ وِعْمَّ الس َ وِى اللهَوْقَتِ ب ُْيكِوص ُ: (أَالَقَا، فَنْيَلِ إُهَدْعَا ت َاذَمَ فٍعِّدَوُ مُةَظِعْوَ مِهِذَ هَّنَأَ كِ اللهَولُسَ رَ يٌلِائَ قَالَقَ ف ُوبُلُقْال ِ تَ ثاَدْحُمَ وُْ كَّ يِإَ وِذِاجَوَّلن ِا بَْ يهَلَوا عُّضَعَا وَِوا بُكَّسَمَ ت َينِدِاشَّ الرَيِّيِهْدَمْ ال ِاءَفَلُخْ الِةَّنُسشَ و ِ تىَّنُسِ بُْكْيَلَعَا ف ًيِثَا ك ًفَلاِتْ ى اخ ََ يَسَى ف ِدْعَ بُْكْنِ م ْ شِعَ يْنَم ) - رواه أبو داود.ٌَ لةَلاَ ضٍةَعْدِ بَّ ُ كلَ وٌةَعْدِ بٍةَثَدْحُ مَّ ُ كل َّنِإَ فِورُمُالأ
 ~179~
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU~
 ْ تَصَلَخَ وًةَقْ رِ فَونُعْبَ سش ْتَكَهَلَ ف ًةَقْ رِ فَيِعْبَسشَى وَدْحِ إ َ لَ ع ْتَقَّرَفَ تَيلِائَ ْ سِ إ ِ نَ بَّنِ: (إَالَ قََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهَولُسَ رَّنَ أٍ ِ الَ مِنْ ب ِ سَنَ أْنَع :َال َ ؟ قُة َ قْ رِف ْ الَ ْ لك ِ تْنَ مِ اللهَولُ سَ رَوا: ي ُ ال َ ) قٌة َ قْ رِ ف ُ ص ُ لَْ تَ وَيِعْب َ سشَى وَدْحِ إُ ِ لك َْ ته َ فًة َ قْ رِ فَيِعْب َ سشَ وِْ ي َت َ ن ْ اث َ ل َ ع ُ قَِ تْف َ ت َ سش ِ تيَّمُ أَّنِإَ و ٌ ةَدِاحَ وٌة َ قْ رِف ) - رواه أحد. ُةَاعَمَجْ الُةَاعَمَجْ(ال
 َ ل َ ع ُ قَِ تْف َ ت َ سش ِ تيَّمُ أَّنِإَ وًة َقْ رِ فَيِعْب َ سشَى وَدْحِ إ َ ل َ عْت َقََ ت ْ افَيل ِ ائَ ْ سِ إ ِ ن َ بَّنِ: (إََّلَسَ وِهْي َل َ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَال َ: قَال َ قٍ ِ الَ مِنْ ب ِ س َن َ أْنَع ) - رواه ابن ماجه.ُةَاعَمَجْ الَ ِ هيَ وًةَدِاحَ وَّلِ إِارَّ الن ِهَا فُُّ كل ،ًةَقْ رِ فَيِعْبَسشَ وِ ْ يَتْنِث
 ُ قِبْسشَ تٌمْوَ قُيءَِ يَُّ ثم ،ْمَُونه ُلَ يَينَِّ الذ َُّ ثم ْمَُونه ُلَ يَينَِّ الذ َُّ ثم ، ِ وني ُلَ يَينَِّ الذ ُنْ رَقْ ال ِ تيَّمُ أُْ يَ: (خََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَالَ: قَالَ، قِ اللهِدْبَ ع ْنَع - متفق عليه. ٌامَوْقَ أُيءَِ يَُّ :ثم ُةَبْيَتُ ق َالَ، وقِهِيثِدَ ح ِ فَنْ رَقْ الٌادَّنَ ه ْ رُكْذَ يْمَ) لُهَتَهَادَ ش ُهُين ِمَيَ وُهَين ِمَ ي ِْ هِدَحَ أُةَهَادَش َ ( :ل ََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَالَقَ: وَالَ)، قَيِّلِضُ المَةَّمِئَ الأ ِ تيَّمُ أ َ لَ ع ُ افَخَا أَمَّنِ: (إََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَالَ: قَالَ قَنَ بْوَ ثْنَع ) - رواه التمذي. ِ اللهُ رْمَ أَ ِ تيْأَ ي َّ تىَ حْهُمُلُذَْ يخ ْنَ مُْهُّ ُ ضَ يَ ل َينِرِاهَ ظِّقَ الح َ لَ ع ِ تيَّمُ أْنِ مٌةَفِائَ طُالَزَت ،َمَظْعَ الأَادَوَّ وا الس ُعِبَّاتَا، فَذَكَ هِةَاعَمَجْ ال َ لَ عِ اللهُدَيَا، وًدَبَ أٍَ لةَلاَ ض َ لَ ع ِ تيَّمُ أُ اللهُعَمَْ يَ ( :ل َالَ، قََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهَّ ِ بيَ نَّنَ ر، أََُ عِنْ ابِنَع . ) - رواه الحاك ِارَّ الن ِ فَّذَ شَّذَ شْنَ مُهَّنِإَف
 َ صَ حَّنُ هٍات َ يَ صَ ح َعْب َ سش َُ لُتْط َ ق َل َ ف ً صَ ح ِ طْ لي ُق ْ الِه ِ ت َقَ ن َ ل َ عَوُهَ وِة َ ب َ قَع ْ ال َاةَد َ غََّلَسَ وِهْي َل َ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَال َ: قَال َ ق ٍ اس َّ بَ ع ِن ْ ابْنَع ِ فُّو ُ لُغ ْ الُْ ك َلْب َ ق َنَ كْنَ مَ َ لكْه َ أُه َّنِإ َ فِينِّ الد ِ فَّو ُ لُغ ْ الَ و ُْ كَّ يِ إ ُ اس َّ ا الن َُّ يه َ أَ: (يَال َ قَُّ وا) ثم ُمْار َ (فِءَلُ هؤَال َثْم َ أُولُق َيَ وِه ِّ ف َ ك ِ فَّهُنُضُف ْ ن َ ي َلَعَج َ ف ِ فْذَخ ْ ال ) - رواه النسائي وابن ماجه وأحد. ِينِّالد
) - رواه البيهقي. ٌولُدُهُم عُُّ كل ُةَابَحَّ عن مال بن أنس رضي الله عنه: (الص
) - رواه رزين.ُْ تْيَدَتْ اه ُُ تْيَدَتْ اق ُمِِّيهَأِ بِومُجُّلن َ ك ِ ابيَ ْ صحَ: (أَالَ عن عر ابن الخطاب، ق
 َل ْثِ م َقَف ْن َ أُْ كَدَح َ أَّن َ أْو َ لِهِدَيِ ب ِ سيْف َي نَِّ الذَو َ، ف ِ ابيَ ْ صح َوا أ ُّ ب ُ سش َ تَل ، ِ ابيَ ْ صح َوا أ ُّ ب ُ سش َ تَ ( :ل ََّلَسَ وِهْي َل َ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهُولُسَ رَال َ: قَال َ، قَةَ رْيَ رُ ه ِ بي َ أْنَع - )متفق عليه. ُهَيفِصَ نَلَ، وِْ هِدَحَ أَّدُ مَكَ رْدَا أَا، مًبَهَ ذٍدُحُأ ا) - منفق عليه. َُهمُدَحَا أَِ بَءَ بْدَقَ، فُ رِفَ كَ يِيهِخَ ِ لأَالَ قٍلُجَا رَمُّيَ: (أَالَ قََّلَسَ وِهْيَلَ ع ُ الله َّ لَ صِ اللهَولُسَ رَّنَا: أَمُنَْ عُ اللهَ ِ ضيَ ر رََُ عِنْ بِ اللهِدْبَ ع ْنَع 3. Aqwal al-Ulama
: 1٨ التبصي ف الدين، ص 5
الفصل الثاني من هذا الباب ف طريق تحقيق النجاة لأهل السشنة والجماعة ف العاقبة. اعل أن الذي تحقق لهم هذه الصفة أمور منا قول تعال قل أن كنت تحبون الله فاتبعوني يحببك الله ويغفر لك ذنوبك والله غفور رحيم والمحبة من الله تعال ف متابعة الرسول سبب محبة الرب للعبد فك من كن متابعته للرسول أبلغ وأتم كنت المحبة ل من الله أكمل وأتم وليس ف فرق الأمة أكثر متابعة لأخبار الرسول وأكثر تبعا لسنته من
 ~180~
~Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU
هؤلء ولهذا سموا أصحاب الحديث وسموا بأهل السشنة والجماعة. ومنا أن النبي صل الله عليه وسل لما سشئل عن الفرقة الناجية قال ما أن عليه وأصحابي وهذه الصفة تقررت لأهل السشنة لأنهم ينقلون الأخبار والآثار عن الرسول صل الله عليه وسل والصحابة رضي الله عنم ول يدخل ف تلك الجمل من يطعن ف الصحابة من الخوارج والروافض ول من قال من القدرية إن شهادة اثني من أهل صفي غي مقبولة عل بقة بقل ومن رده وطعن فيهم ل يكون متابعا لهم ول ملابسا بسيتهم. (التبصي ف الدين وتمييز الفرقة الناجية عن الفرق الهالكي، طاهر بن محمد ) 1٨1مـ.، ص 5٩٨1 هـ. / 3٤03 ، الأسفرايين أبو المظفر، المحقق: كمال يوسف الحوت، لبنان، عالم الكتب، طبعة 1
: 1٨ التبصي ف الدين، ص 6
ومنا أنهم يسشتعملون ف الأدلة الشعية كتاب الله وسشنة رسول صل الله عليه وسل وأجماع الأمة والقياس ويمعون بي جيعها ف فروع الشيعة ويحتجون بجميعها وما من فريق من فرق مخالفيهم إل وه يردون شيئا من هذه الأدلة فبان أنهم أهل النجاة بسشتعمالهم جيع أصول الشيعة دون تعطيل شء منا. ومنا أن أهل السشنة مجتمعون فيما بينم ل يكفر بعضهم بعضا وليس بينم خلاف يوجب التبريء والتفكي فهم إذا أهل الجماعة قائمون بلحق والله تعال يحفظ الحق وأهله كما قال تعال {إن نن نزلنا الذكر وإن ل لحافظون} قال المفسون أراد به الحفظ عن التناقض وما من فريق من فرق المخالفي إل وفيما بينم تكفي وتبري يكفر بعضهم بعضا كما ذكرن من الخوارج والروافض والقدرية حتى اجتمع سشبعة منم ف مجلس واحد فافتقوا عن تكفي بعضهم بعضا وكنوا بمنزلة اليهود والنصارى حي كفر بعضهم بعضا حتى قالت اليهود ليست النصارى عل شء وقالت النصارى ليست اليهود عل شء وقال الله سشبحانه وتعال {ولو كن من عند غي الله لوجدوا فيه اختلافا كثيا}. (التبصي ف الدين وتمييز الفرقة الناجية عن الفرق الهالكي، طاهر بن محمد الأسفرايين أبو المظفر، المحقق: كمال يوسف الحوت، لبنان، عالم ) 1٨1مـ.، ص 6٩٨1 هـ. / 3٤ الكتب، طبعة 1، 30 الريدة البهية ف علم التوحيد، أحد بن ممد العدوي الدرير المالكي، ص 391- 491: واتبع ف سيرك (سبيل) أي : طريق (الناسكين) جع ناسك، أي : عابد، (العلماء) جع عال، وهو : العارف بالأحكام الشرعية الت عليها مدار صحة الدين، اعتقادية كانت أو عملية، والمراد بم السلف الصالح ومن تبعهم بإحسان، وسبيلهم منحصر ف اعتقاد وعلم وعمل على طبق العلم. وافتق من جاء بعدهم من أئمة الأمة الذين يب اتباعهم على ثلاث فرق : فرقة نصبت نفسها لبيان الأحكام الشرعية العملية، وهم الأئمة الأربعة وغيرهم من المجتهدين، لكن ل يستقر من المذاهب المرضية سوى مذاهب الأئمة    الأربعة وفرقة نصبت نفسها للاشتغال  ببيان العقائد الت كان عليها السلف، وهم الأشعري والماتريدي ومن تبعهما. وفرقة نصبت نفسها للاشتغال بالعمل والمجاهدات على طبق ماذهب إليه الفرقتان، وهم أبو القاسم النيد (1) ومن تبعه. فهؤ لاء الفرق الثلا ثة هم خواص الأمة المحمدية ، ومن عداهم من جيع الفرق على ضلال، وإن كان البعض منهم يكم له بالإسلام، فالناجي من كان ف عقيدته على طبق مابينه أهل السنة، وقلد ف الأحكام العملية إماما من الأئمة الأربعة المرضية، ث تام النعمة والنجاة ف سلوك مسلك النيد وأتباعه بعد أن أحكم دينه على طبق ما بينه الفريقان
 ~181~
Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU~
المتقدمان، ومن سلك مسلكه القطب الرباني الإمام سيدي أحد بن الرفاعي (2) وأتباعه، والقطب الرباني الإمام سيدي عبد القادراليلاني (3) وأتباعه، والقطب الرباني السيد أحد البدوي (4) وأتباعه،
: ٨ الاقتصاد ف الاعتقاد، ج 1، ص1
والذي ينبغي أن يميل المحصل إليه الاحتاز من التكفي ما وجد إليه سبيلا. فإن استباحة الدماء والأموال من المصلي إل القبل المصرحي بقول ل إل إل الله محمد رسول الله خطأ، والخطأ ف ترك ألف كفر ف الحياة أهون من الخطأ ف سفك محجمة من دم مسل. وقد قال صل الله عليه وسل: أمرت أن أقاتل الناس حتى يقولوا ل إل إل الله محمد رسول الله، فإذا قالوها فقد عصموا من دماءه وأموالهم إل بقها.
:6٤ بغية المستشدين، ج 1، ص 1
من القواعد المجمع عليها عند أهل السشنة أن من نطق بلشهادتي حك بإسلامه وعصم دمه ومال، ولم يكشف حال، ول يسأل عن معن ما تلفظ به. ومنا أن الإيمان المنجي من الخلود ف النار التصديق بلوحدانية والرسالة، فمن مات معتقداذل ولم يدر غيه من تفاصيل الدين فناج من الخلود ف النار، وإن شعر بشيء من المجمع عليه وبلغه بلتواتر لزمه بعتقاده إن قدر عل تعقله. ومنا من حك بإيمانه ل يكفر إل إذا تكلم أو كلسشتخفاف به أو بلقرآن.  ، اعتقد أو فعل ما فيه تكذيب للنبي ف شء مجمع عليه ضرورة، وقدر عل تعقله، أو نفي الاستسلام لله ورسول ومنا أن الجاهل والمخطىء من هذه الأمة ل يكفر بعد دخول ف الإسلام بما صدر منه من المكفرات حتى تتبي ل الحجة التي يكفر جاحدها وهي التي ل تبقى ل ششبة يعذر با. ومنا أن المسل إذا صدر منه مكفر ل يعرف معناه أو يعرفه، ودلت القرائن عل عدم إرادته أوشك ل يكفر.  ، ومنا ل ينكر إل ما أجع عليه أو اعتقده الفاعل وعل منه أنه معتقد حرمته حال فعله، فمن عرف هذا القواعد كف لسانه عن تكفي المسلمي وأحسن الظن بم، وحل أقوالهم وأفعالهم المحتمل عل الفعل الحسن. خصوصاالفعل الذي ثبت أن أهل العل والصلاح والولية كلقطب الحداد  نوه، فليعتقد أنه صواب ل شك فيه ول ارتياب، وإن جهله بدليله لقصوره وجهله، ل لغلبة الحال عل ّ فعلوه وقالوه، وف كتبم وأشعاره دو الولي وغيبه عقله، وليسع العوام ما وسع ذل العالم، فمن عل ما ذكرن وفهم ما أشن وأراد الله حفظه عن سبيل الابتداع، كف لسانه وقلمه عن كل من نطق بلشهادتي، ولم يكفر أحدامن أهل القبل، ومن أراد الله غوايته أطلقها بذل وطالع كتب من أهواه هواه نعوذ بلله من ذل.
:21٩ حاششية الرملي، ج 1، ص
وما ف المجموع من تكفي من يصرح بلتجسشيم أشار إل تضعيفه وكتب أيضا كأنه احتز بلتصريح عن يثبت الجهة فإنه ل يكفر كما قال الغزالي ف كتاب التفرقة بي الإسلام والنزدقة وقال ابن عبد السلام ف القواعد إنه الأصح بناء عل أن لزم المذهب ليس بمذهب ر وكتب أيضا
 قال البلقين الصحيح أو الصواب خلاف ما قال وقال ابن القشيي ف المرشد من كن من أهل القبل وانتحل شيئا من البدع كلمجسمة والقدرية وغيه هل يكفر للأصحاب فيه طريقان وكم الأشعري يشعر بما وأظهر مذهبيه ترك الكفر وهو اختيار القاضي فمن قال قول أجع المسلمون عل تكفي قائله كفرنه وإل فلا.***
 ~182~
~Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Maudlu’iyyah NU
III.  HUKUMAN MATI DAN HAM